Minggu, Februari 22, 2009

7 Langit, 7 Malaikat Penjaga dan 7 Amal Sang Hamba

Ada sebuah hadits yang menurut saya sangat penting untuk direnungkan, dimana haditsnya lumayan cukup panjang, mudah-mudahan kita semua memperoleh hikmahnya.
Dari Ibnu Mubarok dan Khalid bin Ma’dan, mereka berkata kepada Mu’adz bin Jabal ra., “Wahai Mu'adz! Mohon ceritakanlah kepada kami sebuah hadits yang telah Rasulullah saw. Ajarkan kepadamu, yang telah dihapal olehmu dan selalu di ingat-ingat olehmu, karena saking halus serta dalamnya akan makna ungkapannya...,hadits manakah yang engkau anggap sebagai hadits yang terpenting?”
Mu'adz ra. Pun menjawab, “baiklah.. akan aku ceritakan..” tiba-tiba Mu'adz menangis tersedu-sedu. Lama sekali tangisannya itu, hingga beberapa saat, kemudian beliau pun baru terdiam. Kemudian beliau berkata “Ehm,... sungguh aku rindu sekali kepada Rasulullah, ingin sekali aku bersua kembali dengan beliau...” kemudian Mu'adz ra. Pun melanjutkan...

“Suatu hari, ketika aku menghadap Rasulullah saw. Yang suci, saat itu beliau tengah menunggangi untanya. Kemudian Nabi menyuruhku untuk turut naik bersama beliau di belakangnya. Aku pun menaiki unta tersebut di belakang Beliau.
Kemudian aku melihat Rasulullah saw. Menengadah ke arah langit dan bersabda, “segala kesyukuran hanyalah diperuntukan bagi Allah yang telah menetapkan kepada setiap ciptaanNya apa-apa yang Dia kehendaki. Wahai Mu'adz...!” “Labbaik, wahai penghulu para rasul..!”
“Akan aku ceritakan kepadamu sebuah kisah, yang apabila engkau menjaganya baik-baik, maka hal itu akan memberikan manfaat bagimu. Namun sebaliknya, apabila engkau mengabaikannya, maka terputuslah hujjahmu di sisi Allah Azza wa Jalla..!
“Wahai Muadz... Sesungguhnya Allah Yang Maha Memberkati dan Maha Tinggi telah menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan petala langit dan bumi. Pada setiap langit terdapat satu malaikat penjaga pintunya, dan menjadikan penjaga dari tiap pintu tersebut satu malaikat yang kadarnya disesuaikan dengan keagungan dari tiap tingkatan langitnya”.
Suatu hari naiklah malaikat Hafadzah dengan amalan seorang hamba yang amalan tersebut memancarkan cahaya, dan bersinar bagaikan matahari. Hingga sampailah amalan tersebut kelangit dunia yaitu sampai ke dalam jiwanya. Malaikat Hafadzah pun kemudian memperbanyak amal tersebut dan mensucikannya. Namun, tatkala sampai pada pintu langit pertama, tiba-tiba malaikat penjaga pintu tersebut berkata, “Tamparlah wajah pemilik amal ini dengan amalannya tersebut!!Aku adalah pemilik ghibah, Rabbku memerintahkan kepadaku untuk mencegah setiap hamba yang telah berbuat ghibah di antara manusia –(membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan orang lain yang apabila orang itu mengetahuinya, dia tidak akan suka mendengarnya)- untuk dapat melewati pintu langit pertama ini..!!”.
Kemudian keesokkan harinya malaikat Hafadzah naik ke langit beserta amal shalih seorang hamba lainnya. Amal tersebut bercahaya yang cahayanya terus diperbanyak oleh Hafadzah dan disucikannya, hingga akhirnya dapat menembus ke langit ke-2. namun malaikat penjaga pintu langit kedua tiba-tiba berkata, “Berhenti kalian! Tamparlah wajah pemilik amal tersebut dengan amalannya itu... sesungguhnya dia beramal namun dibalik amalannya itu beramal hanya berharap duniawi belaka. Rabbku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalan si hamba yang berbuat itu melewati langit ke-dua ini untuk menuju langit berikutnya!...” mendengar itu semua, para malaikat pun melaknati si hamba tersebut hingga petang harinya.
Malaikat Hafadzah lainnya naik bersama amalan sang hamba yang nampak indah, yang didalamnya terdapat shadaqah, shaum-shaumnya serta perbuatan baiknya yang melimpah. Malaikat Hafadzah pun memperbanyak amal tersebut dan mensucikannya hingga akhirnya dapat menembus langit pertama dan kedua. Namun ketika sampai di pintu langit ke-3, tiba-tiba malaikat penjaga pintu langit tersebut berkata...”Berhentilah kalian!... Tamparkanlah wajah pemilik amalan tersebut dengan amalan-amalannya itu! Aku adalah penjaga al-Kibr (sifat takabur). Rabbku memerintahkan kepadaku untuk tidak membiarkan amalannya melewatiku, karena selama ini dia selalu bertakabur di hadapan manusia ketika berkumpul dalam setiap majelisnya (perkumpulannya).”
Malaikat Hafadzah lainnya naik kelangit demi langit dengan membawa amalan seorang hamba yang tampak berkilauan bagaikan kerlip bintang gemintang dan planet. Suaranya tampak bergema dan tasbihnya bergaung disebabkan oleh ibadah shaum, shalat, haji, dan umrah, hingga tampak menembus tiga langit pertama dan sampai ke pintu langit ke-4. Namun malaikat penjaga pintu tersebut berkata,...”Berhentilah kalian!.. Dan tamparkan dengan amalan-amalan tersebut ke wajah pemiliknya!..Aku adalah malaikat penjaga sifat ‘ujub (takjub akan keadaan dirinya sendiri). Rabbku memerintahkan kepadaku agar tidak membiarkan amalannya melewati-ku hingga menembus langit sesudahku. Dia selalu memasukkan unsur ‘ujub didalam jiwanya ketika melakukan sesuatu perbuatan!...”
Malaikat Hafadzah lainnya naik bersama amalan seorang hamba yang di iring bagaikan iringan pengantin wanita menuju suaminya. Hingga sampailah amalan tersebut menuju langit kelima dengan malannya yang baik berupa jihad, haji dan umrah. Amalan tersebut memliki cahaya bagaikan sinar matahari. Namun, sesampainya di pintu langit ke-5 tersebut, berkatalah sang malaikat penjaga pintu...”Saya adalah pemilik sifat hasad(dengki). Dia telah berbuat dengki kepada manusia ketika mereka diberi karunia oleh Allah. Dia marah terhadap apa-apa yang telah Allah ridlai dalam ketetapan-Nya. Rabbku memerintahkan aku untuk tidak membiarkan amalan tersebut melewatiku menuju langit berikutnya...!”
Malaikat Hafadzah lainnya naik dengan amalan seorang hamba berupa wudlu yang sempurna, shalat yang banyak, shaum-shaumnya, haji dan umrah, hingga sampailah ke langit yang keenam, Namun malaikat penjaga pintu langit ke-6 berkata,...”saya adalah pemilik ar-rahmat (kasih sayang). Tamparkanlah amalan si hamba tersebut ke wajah pemiliknya. Dia tidak memiliki sifat rahmaniah (kasih sayang) sama sekali di hadapan manusia. Dia malah merasa senang ketika melihat musibah menimpa hamba lainnya. Rabbku memerintahkanku untuk tidak membiarkan amalannya melewatiku menuju langit berikutnya...!”
Naiklah malaikat Hafadzah lainnya bersama amalan seorang hamba berupa nafkah yang berlimpah, shaum, shalat, jihad dan sifat wara’ (berhati-hati dalam beramal). Amalan terbut bergemuruh bagaikan guntur dan bersinar bagaikan kilatan petir. Namun ketika sampai pada langit ke-7, berhentilah amalan tersebut di hadapan malaikat penjaga pintunya. Malaikat itu berkata,..”Saya adalah pemilik sebutan (adz-dzikru) atau sum’ah (mencintai kemasyhuran) di antara manusia. Sesungguhnya pemilik amal ini berbuat sesuatu karena menginginkan sebutan kebaikan amal perbuatannya di dalam setiap pertemuan. Ingin disanjung di antara kawan-kawannya dan mendapatkan kehormatan di antara para pembesar. Rabbku memerintahkan aku untuk tidak membiarkan amalannya menembus melewati pintu langit ini untuk menuju langit sesudahnya. Dan setiap amal yang tidak diperuntukkan bagi Allah ta’ala secara ikhlas, maka dia telah berbuat riya’, dan Allah Azza wa Jalla tidak menerima amalan seseorang yang diiringi dengan riya’ tersebut...!”
Dan malaikat Hafadzah lainnya naik beserta amalan seorang hamba berupa shalat, zakat, shaum demi shaum, haji, umrah, akhlak yang berbuahkan hasanah, berdiam diri, berdzikir kepada Allah Ta’ala, maka seluruh malaikat di tujuh langit tersebut beriringan menyertainya hingga terputuslah seluruh hijab dalam menuju Allah swt. Mereka berhenti di hadapan Rabb yang Keagungan-Nya (sifat Jalal-Nya) bertajalli. Dan para malaikat tersebut menyaksikan amal sang hamba itu merupakan amal shalih yang diikhlaskannya hanya bagi Allah Ta’ala.
Namun tanpa disangka, Allah swt. Berfirman ...”Kalian adalah malaikat hafadzah yang menjaga amal-amal hamba-Ku, dan Aku adalah Sang Pengawas, yang memiliki kemampuan dalam mengamati apa-apa yang ada di dalam dirinya. Sesungguhnya dia dengan amalannya itu, sebenarnya dia tidak menginginkan Aku. Dia menginginkan selain Aku!...Dia tidak mengikhlaskan amalannya bagi-ku. Dan Aku maha Mengetahui terhadap apa yang dia inginkan dari amalannya tersebut. Namun Aku sama sekali tidak tertipu olehnya. Dan Aku adalah yang maha Mengetahui segala yang ghaib, yang memunculkan apa-apa yang tersimpan di dalam qalb-qlab. Tidak ada satupun di hadapan-ku yang tersembunyi, dan tidak ada yang samar di hadapan-Ku terhadap segala yang tersamar. Pengetahuan-Ku terhadap apa-apa yang telah terjadi sama dengan pengetahuan-Ku terhadap apa-apa yang belum terjadi. Pengetahuan-Ku terhadap apa-apa yang telah berlalu sama dengan pengetahuan-Ku terhadap yang akan datang. Dan pengetahuan-Ku terhadap segala sesuatu yang awal sebagaimana pengetahuan-Ku terhadap segala yang akhir. Aku lebih mengetahui sesuatu yang rahasia dan tersembunyi. Bagaimana mungkin hamba-Ku menipu-Ku dengan ilmunya. Sesungguhnya dia hanyalah menipu para makhluk yang tidak memiliki pengetahuan, dan Aku Maha Mengetahui segala yang ghaib. Baginya laknat-Ku!!...
Mendengar itu semua maka berkatalah para malaikat penjaga tujuh langit beserta tiga ribu pengiringnya,..”Wahai Rabb Pemelihara kami, baginya laknat-Mu dan laknat kami.” Dan berkatalah seluruh petala langit,...”Laknat Allah baginya dan laknat mereka yang melaknat buat sang hamba itu..!”
Mendengar penuturan Rasulullah Saw sedemikian rupa, tiba-tiba menangislah Mu’adz Rahimahullah, dengan isak tangis yang cukup keras...lama baru terdiam kemudian beliau pun berkata dengan lirihnya,...”Yaa Rasulullah, bagaimana bisa aku selamat dari apa-apa yang telah engkau ceritakan tadi?” Rasulullah saw. Pun bersabada “Oleh karena itu wahai Mu’adz...Ikutilah Nabimu di dalam sebuah keyakinan...”.
Dengan suara yang bergetar Mu’adz pun berkata, “Engkau adalah seorang Rasul Allah, dan aku hanyalah seorang Mu’adz bin jabal...Bagaimana aku bisa selamat dan lolos dari itu semua..??” Nabi yang suci pun bersabda,...”Baiklah wahai Muadz, apabila engkau merasa kurang sempurna dalam melakukan semua amalanmu itu, maka cegahlah lidahmu dari ucapan ghibah dan fitnah terhadap saudara-saudaramu yang sama-sama memegang Al-Quran. Apabila engkau hendak berbuat ghibah atau memfitnah orang lain, haruslah ingat kepada pertanggungjawaban jiwamu sendiri, sebagaimana engkau telah mengetahui bahwa dalam jiwamu pun penuh dengan aib-aib. Janganlah engkau mensucikan jiwamu dengan cara menjelek-jelekkan orang lain. Jangan angkat derajat jiwamu dengan cara menekan orang lain. Jangan tenggelam di dalam memasuki urusan dunia sehingga hal itu dapat melupakan urusan akhiratmu. Dan janganlah engkau berbisik-bisik dengan seseorang, padahal di sebelahmu terdapat orang lain yang tidak diikutsertakan. Jangan merasa dirimu agung dan terhormat di hadapan manusia, karena hal itu akan membuat habis terputus nilai kebaikan-kebaikanmu di dunia dan akhirat. Janganlah berbuat keji di dalam majelis pertemuanmu sehingga akibatnya meraka akan menjauhimu karena buruknya akhlakmu. Janganlah engkau ungkit-ungkit kebaikanmu di hadapan orang lain. Janganlah engkau robek orang-orang dengan lidahmu yang akibatnya engkau pun akan dirobek-robek oleh anjing-anjing Jahannam, sebagaimana firman-Nya ta’ala, “Demi yang merobek-robek dengan merobek yang sebenar-benarnya.”(QS An-Naaziyat[79:2]) Di neraka itu, daging akan dirobek hingga mencapai tulang..” Mendengar penuturan Rasulullah saw sedemikian itu, Mu’adz kembali bertanya dengan suara yang semakin lirih, “Yaa Rasulullah, siapa sebenarnya yang akan mampu melakukan itu semua...??”
“Wahai Mu’adz!sebenarnya apa-apa yang telah aku paparkan tadi dengan segala penjelasannya serta cara-cara menghindari bahayanya itu semua akan sangat mudah bagi dia yang dimudahkan oleh Allah Ta’ala..Oleh karena itu cukuplah bagimu mencintai sesama manusia, sebagaimana engaku mencintai dirimu sendiri, dan engku membenci mereka sebagaimana dirimu membenci-nya. Dengan itu semua niscaya engkau akan mampu dan selamat dalam menempuhnya...!!”
Khalid bin Ma’dan kemudian berkata bahwa Mu’adz bin jabal ra. Sangat sering membaca hadits tersebut sebagaimana seringnya beliau membaca Al-Quran, dan sering mempelajarinya serta menjaganya sebagaimana beliau mempelajari dan menjaga Al-Quran di dalam majelis pertemuannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar