Ketika Sayyidatina Aisyah r.a. ditanya tentang suaminya Nabi Muhammad saw, jawabnya “Kaana khuluquhu Al-Quran.” (Pekertinya adalah Al-Qur’an). Singkat tapi penuh makna.
Jawaban ini, selain menunjukkan tingkat kecerdasan Aisyah yang tinggi, juga membuktikan tingkat pemahaman yang luar biasa dari putri sahabat Abu Bakar itu terhadap Al-Qur’an dan pribadi Nabi Muhammad saw.
Kiranya jawaban singkat tersebut dapat pula dijadikan kunci jawaban apabila ada yang mempertanyakan kenapa sekarang ini banyak ummat Islam yang “tidak mengenal” Nabinya dan sedikit sekali pemimpin Islam yang mewarisi atau mencontoh kepemimpinan Nabinya.
Semua anjuran, perintah, dan perilaku terpuji dalam Al-Qur’an seperti takwa, amal saleh, menegakkan kebenaran, memerangi kelaliman, membela kaum lemah, adil, berbudi, jujur, berkata benar, amar ma’ruf nahi munkar, dan seterusnya. Nabi Muhammad yang pertama-tama secara istiqomah melaksanakannya. Dan, semua larangan, pantangan, dan hal-hal buruk yang dikecam Al-Quran, seperti syirik, mengufuri nikmat, membunuh, mencuri, zina, kikir, dengki, tamak, serakah, berdusta, menghina sesama, dan hal-hal lain yang merendahkan martabat kemanusiaan. Nabi Muhammadlah yang pertama-tama dan secara istiqomah menjauhinya.
Bahkan soal ibadat, Nabi Muhammad senantiasa menjaga agar ummatnya tidak merasa terberati dan menganjurkan agar tidak memberatkan mereka.
Nabi yang suka – dan dalam rangka menganjurkan – menyikat gigi misalnya, memerlukan bersabda dengan ungkapan: Laulaa an asyuqqa ‘alaa ummatii laamrtuhun bissiwaaki…(Seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka menyikat gigi…).
Salat malam kita ketahui merupakan ibadah rutin Nabi Muhammad di malam hari dan sangat dianjurkan. Mula-mula Nabi melakukannya di Masjid, namun ketika banyak orang mengikuti jejaknya, beberapa malam kemudian Nabi tidak keluar lagi melakukan salat malam ke Masjid. Menurut hadist shahih, ini dikarenakan Nabi khawatir salat itu menjadi wajib dan akan memberatkan. Ketika Mu’adz, seorang sahabat dekat Nabi, dilaporkan terlalu panjang membaca bacaan-bacaan salat menjadi imam, Nabi Muhammad “memarahi”nya. “Di belakangmu terdapat orang tua, orang lemah, dan orang yang mempunyai keperluan,” sabda Nabi Muhammad memberi penjelasan.
Dan masih banyak lagi contoh-contoh yang lain yang dapat kita baca di Sirah Nabi Muhammad.
Juga sabda Nabi Muhammad: Yassiruu walaa tu’assiruu (Buat mudahlah dan jangan mempersulit), lebih memperjelas betapa Nabi Muhammad saw. Memang tidak suka memberati ummatnya.
Nabi yang begitu tak tahan melihat penderitaan ummatnya, yang begitu ingin ummatnya selamat dan berbahagia, yang begitu ingin ummatnya selamat dan berbahagia, yang begitu mengasihi dan menyayangi orang-orang yang beriman, anehkah bila selalu mencontohkan dan menganjurkan kebenaran, kebaikan, keadilan, dan seterusnya serta menjauhi dan melarang perbuatan-perbuatan yang merendahkan martabat kemanusiaan dan mencelakan diri sendiri dan orang lain?
Ayat yang lain – yang ditujukan kepada Nabi – menegaskan: Fabimaa rahmatin minallahi lintalahum…”Maka dengan rahmat dari Allah, engkau pun lemah-lembut terhadap mereka-ummatmu. Sekiranya engkau keras dan berhati kasar, niscaya mereka akan lari dari padamu. Maka maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan ini (urusan perjuangan dan urusan-urusan duniawi lainnya). Kemudian apabila aku telah mantap, bertaqwallah kepada Allah. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang bertawakal.” (Q.s. 3: 159).
Nah, apabila dua ayat di atas kita gabung, kita akan mendapatkan profil pribadi pemimpin agung yang bercirikan: Tidak tahan melihat penderitaan ummatnya, sangat menginginkan keselamatan dan kebahagiaan ummatnya, sangat mengasihi dan menyayangi ummatnya, lemah-lembut terhadap ummatnya, memaafkan dan memohon ampun kesalahan ummatnya, mau bermusyawarah dengan ummatnya, dan bertawakal kepada Allah swt. Dan ketika Rasulullah menjelang wafatnya kata yang keluar adalah ummati..ummati..ummati.. begitu besar kasih sayangnya bagi kita, kiranya Allah memberikan kekuatan bagi kita utuk bisa mensuriteladani Kekasih-Mu Yaa Rabb...
Watak kepemimpinan Nabi Muhammad saw lebih tegas lagi ditandaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an yaitu yang pertama: “Laqadjaa akum rasuulun min anfusikum ‘aziizum alaihi ma’anittum hariishun ‘alaikum bil mu’miniina rayyfun rahiim (Benar-benar telah datang kepada kalian seorang utusan dari kalangan kalian sendiri yang berat terasa olehnya (tak tahan ia melihat) penderitaan kalian; sangat menginginkan (keselamatan dan kebahagiaan) bagi kalian; dan terhadap orang-orang yang beriman, penuh kasih sayang lagi penyayang.” (Q.s. 9: 128).
Nabi tak tahan melihat penderitaan umatnya, baik di dunia maupun di akhirat. Maka tak henti-hentinya Nabi menolong dan menyuruh ummatnya menolong mereka-mereka yang memerlukan pertolongan, menyantuni, dan menyuruh menyantuni fakir miskin, anak yatim, janda, dan kaum dhu’afa. Nabi tak tahan melihat penderitaan ummatnya, maka tak henti-hentinya Nabi berbuat ma’ruf, menjauhi kemungkaran, melakukan dan menganjurkan amar ma’ruf nahi munkar.
Nabi tidak tahan melihat penderitaan ummatnya. Nabi yang sudah dua hari tidak makan, ketika mendapatkan makanan, mendahulukan sahabatnya yang senasib. Nabi menangis ketika seorang bocah meninggal. Nabi menanyakan tukang sapu yang cukup lama tak kelihatan. Nabi menjenguk dan menganjurkan menjenguk dan mendo’akan orang sakit. Nabi melayat dan menganjurkan melayat. Bahkan ada riwayat yang menceritakan Nabi melayat seorang pecinta burung yang burungnya mati dan mendoakan agar segera mendapat ganti. Dan, Anda tentu pernah mendengar sabda Nabi Muhammad yang luar biasa ini: “Barang siapa meninggal dan meninggalkan warisan, maka ahli warisnyalah yang berhak atas warisan itu, namun bila meninggalkan utang, akulah yang menanggungnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar